Bicara Berbagi

Prov. Lampung|KBNINews|“MBAK, pas malem takbiran kemarin itu apa sih yang dikerjain sama kawan-kawan mbak. Kok kayaknya serius bener,” kata Gilang, saat mereka sarapan pagi tadi, menikmati sisa ketupat berlauk opor ayam dan rendang.

“Oh waktu itu ya, dek. Mbak sama kawan-kawan bagiin sumbangan dari grup bestie kami. Ke panti asuhan dan orang-orang yang butuhinnya,” jawab Dinda.

“Emang siapa yang nyumbang?” tanya Gilang.

“Ya kami-kami aja, dek. Yang ada di grup bestie mbak. Nggak ada sumbangan dari orang lain. Emang kenapa, dek,” ucap Dinda.

“Nggak apa-apa sih, cuma tanya aja kok, mbak!” sahut Gilang, pendek.

“Kalau adek tanya kayak gini, pasti ada yang mau disampein. Mbak kan hafal sama gaya adek,” kata Dinda, sambil tersenyum.

“Sebenernya sih nggak ada apa-apa, mbak. Cuma adek emang pengen tahu aja asal-usul sumbangan itu. Sebab, setiap kali bulan Ramadhan datang, apalagi deket-deket Lebaran, banyak aja seni dalam berbagi itu,” ucap Gilang, setelah berdiam beberapa saat.

“Maksudnya gimana, dek?” tanya Dinda, tampak dahinya mengernyit.

“Ya kan biasa, kalau masuk Ramadhan apalagi sudah deket-deket Lebaran, banyak orang yang kelihatannya nunjukin sifat pedulinya dengan cara berbagi kepada sesama. Bahkan sampai ada yang ngelabeli kegiatannya dengan tema Beli dan Bagi,” kata Gilang.

“Iya, terus kenapa, dek,” sela Dinda.

“Uniknya, di kegiatan bertema Beli dan Bagi itu, tempat beli makanan maupun minuman yang mau dibagi, sudah ditentuin. Bahkan dilokalisir di tempat tertentu. Dan yang dagang disitu juga dipilih, tentu plus kompensasi bayar sewa lahan pula. Tempat ngebaginya juga kebanyakan sudah diarahin ke lokasi-lokasi tertentu,” lanjut Gilang.

“O gitu, terus kayak mana lanjutannya?” tanya Dinda, tampak penasaran.

“Semua perangkat daerah atau dinas, sudah dibuat jadwal. Misalnya, dinas A kebagian hari Kamis. Hari itu harus beli beragam makanan dan minuman yang dijual sama pedagang yang sudah dilokalisir, tempat ngebaginya juga sudah ditentuin. Selain itu, dinas yang hari itu dapat tugas, wajib nyiapin minimal lima amplop, dan nanti istri kepala daerah yang kasihin amplop berisi uang dari dinas ke pegawai honor dinas itu sendiri. Penuh seni kan, dalam urusan berbagi gini aja, mbak,” urai Gilang, dan tertawa.

“Jadi kesannya, istri kepala daerah itulah yang berbagi atau kasih THR ke pegawai honor. Padahal, uangnya ya dari dinas tempat honorer itu kerja. Gitu juga hasil belian dinas dari pedagang yang sudah dilokalisir itu, dibaginya ke tempat yang ditentuin juga atas nama istri pejabat itu ya. Gitu kan yang dimaksudin dengan seni berbagi ini, dek,” tanggap Dinda.

“Iya, bener gitu, mbak ini emang cerdas. Istri kepala daerah itu sebenernya cuma numpang nama doang. Keluar uang satu rupiah pun nggak. Tapi, dieksposnya dialah yang berbagi dan soknya nunjukin sikap peduli kepada orang kecil,” sahut Gilang, dan kembali tertawa.

“Sekarang ini emang jamannya aneh-aneh, dek. Ada lagi kabar, entah bener entah nggak, katanya selama Ramadhan kemarin, ada istri kepala daerah yang setiap hari minta dinas dibawah pimpinan suaminya, ngirim makanan ke rumah dinasnya. Entah buat apalah makanan itu. Kalau kebutuhan dia sama keluarganya, kan sebenernya sudah ditanggung sama rakyatnya, lewat APBD. Apa masih kurang, sampai-sampai neken anak buah suaminya suruh nganter makanan setiap hari ke rumah dinasnya,” tutur Dinda.

“Kali mau dibagi lagi makanan kiriman dinas itu, mbak. Nggak mungkinlah mau dimakan sendiri,” sela Gilang.

“Lha, kalau mau dibagi lagi, ngapain harus dianter ke rumah dinas. Kenapa nggak langsung aja masing-masing dinas kasih ke masyarakat yang dimauin mereka,” celetuk Dinda.

“Kalau langsung dinas yang kasihin, kan istri kepala daerah itu nggak dapet nama, mbak. Urusan berbagi di bulan Ramadhan kemarin apalagi deket-deket Lebaran, kan tetep diisi misi numpang tenar, numpang sosialisasi kalau ibu itu orangnya peduli, baik hati, dan ngerasa nyatu sama wong cilik,” kata Gilang lagi.

“Gila ya, dek. Urusan berbagi aja dimanfaatin kayak gitu. Padahal, bukan uang pribadinya. Kok nggak malu ya,” ucap Dinda.

“Sudah putus urat malunya kali, mbak. Yang penting dia dikenal rakyat sebagai orang yang peduli pada sesama, nggak persoalin kalau yang dia bagi itu hasil nyekek dinas pimpinan suaminya,” ucap Gilang, dan kali ini sambil menggaruk-garuk kepalanya. (dalem tehang)