Kota Metro|KBNI–News|Akibat memberi pekerjaan melakukan kajian akan kelayakan tunjangan rumah bagi anggota DPRD pada lembaga yang kurang kredibel, berujung pada dipersoalkannya besaran yang ditentukan.
Itulah yang terjadi di DPRD Kota Metro, Provinsi Lampung. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kota Metro pada tahun 2023 lalu menganggarkan belanja tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD setempat sebesar Rp 5.142.936.000 bagi 25 wakil rakyatnya.
Dan berdasarkan Keputusan Walikota Kota Metro Nomor: 17/KPTS/SETWAN/2021 tanggal 1 Februari 2021, juga Keputusan Walikota Metro Nomor: 13/KPTS/SETWAN/2022 tanggal 3 Januari 2022, masing-masing anggota DPRD mendapat tunjangan perumahan sebesar Rp 17.749.000 perbulan, sedangkan pimpinan DPRD memperoleh Rp 19.050.000.
Angka ini jelas sangat fantastis jika dibandingkan harga sewa rumah di Kota Metro yang jauh dibawah tunjangan perumahan yang diterima anggota DPRD tersebut. Terkait hal ini, Kepala Bagian Keuangan Sekretariat DPRD Kota Metro menyatakan, besaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD ini didasarkan pada hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Bandar Lampung (PSKP-UBL).
Kajian tersebut dilakukan sesuai surat perintah kerja (SPK) Nomor: 027/2240/SPK/SETWAN.03/2021 tanggal 15 November 2021, yang menugaskan PSKP-UBL untuk melakukan kajian tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Kota Metro.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas kajian tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Kota Metro dan wawancara dengan pihak terkait, serta hasil analisis terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Lampung menemukan berbagai permasalahan yang sangat mendasar dalam menentukan besaran tunjangan perumahan ini.
Apa saja permasalahan yang ditemukan BPK? Dibeberkan dalam LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemkot Metro Tahun 2023, Nomor: 39B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tanggal 2 Mei 2024, penunjukan PSKP-UBL sebagai pekerja kajian tunjangan perumahan pun dipersoalkan. Mengapa? Karena PSKP-UBL belum memiliki sertifikat penilai untuk melakukan kajian tunjangan perumahan.
Juga disampaikan oleh BPK, bahwa laporan kajian tunjangan perumahan oleh PSKP-UBL menyajikan informasi yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Pun perhitungan tunjangan perumahan belum sepenuhnya mengacu pada peraturan Menteri Keuangan Nomor: 96/PMK.06/2027. (johan)