Cakada Perlu Tahu: Ini ‘Isi Perut’ Pemprov, Pemkab & Pemkot se-Lampung (Bagian 3)

Prov. Lampung|KBNINews|Dalam keterbatasan pendapatan asli daerah (PAD) –hingga terjadi defisit keuangan riil sebesar Rp 1.408.450.654.898,52 atau naik 157% dibandingkan defisit tahun 2022 Rp 548.710.195.978,24-, aktivitas pemerintahan di jajaran OPD Pemprov Lampung sepanjang tahun 2023 ironisnya banyak diwarnai dengan praktik penyimpangan dalam penggunaan anggarannya.

Menurut data dan penelusuran media ini, salah satu OPD yang dari tahun ke tahun paling banyak menyimpan masalah adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dan hebatnya, meski selalu diketemukan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dalam merealisasikan kegiatannya, namun satuan kerja ini terkesan “bengal” dan tidak pernah mau melakukan perbaikan. Padahal, institusi tersebut merupakan ujung tombak dunia pendidikan. Yang selayaknya menanamkan nilai etika dan kedisiplinan menjalankan regulasi yang ada.

Pada tahun anggaran 2023 kemarin, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung mendapatkan kucuran dana APBD lebih dari Rp 1 triliun. Khusus untuk belanja bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP), misalnya, dialokasikan Rp 312.234.440.000,00 dan terealisasi Rp 311.504.859.472,00 atau 99,73%. Dana tersebut dipergunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan jasa, maupun belanja modal 239 SMAN, 109 SMKN, dan 13 SLBN.

Sayangnya, dalam realisasi anggaran BOSP tersebut diwarnai dengan beragam kegiatan yang meninggalkan masalah. Di antaranya, terdapat penggunaan yang tidak sesuai regulasi pada sembilan sekolah senilai Rp 776.762.400,00. 

Penyimpangan penggunaan anggaran yang tidak sesuai petunjuk teknis BOSP sebanyak Rp 776.762.400,00 itu terkait dengan belanja pemeliharaan pada empat sekolah senilai Rp 538.389.250,00. Sekolah mana saja yang “memainkan” dana BOSP ini? Yaitu SMAN 1 Punggur dengan nilai Rp 56.542.000,00, SMAN 2 Metro menyimpangkan Rp 92.279.000,00, SMKN 2 Bandar Lampung Rp 244.568.250,00, dan SMKN 8 Bandar Lampung Rp 145.000.000,00.

Lalu penyimpangan dana BOSP lainnya digunakan sebagai honorarium kepada pegawai sebanyak Rp 238.373.150,00. Realisasi belanja honorarium dana BOSP yang tidak sesuai ketentuan ini terjadi pada delapan sekolah, yaitu tiga SMAN dan lima SMKN. Yakni SMAN 1 Punggur senilai Rp 46.355.000,00, SMAN 3 Bandar Lampung Rp 12.610.000,00, SMAN 5 Bandar Lampung Rp 285.000,00, SMKN Padang Cermin Rp 29.812.500,00, SMKN 8 Bandar Lampung Rp 8.970.000,00, SMKN 1 Seputih Surabaya Rp 96.095.000,00, SMKN 4 Bandar Lampung Rp 991.400,00, dan SMKN 2 Bandar Lampung Rp 43.254.250,00.

Realisasi penggunaan anggaran BOSP yang tidak taat azas dan jauh dari kepatutan tersebut juga terjadi pada 10 sekolah lainnya yang berada dibawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dengan nilai penyimpangan tidak kurang dari Rp 532.689.779,00. 

Sekolah mana saja yang merealisasikan anggaran BOSP tahun 2023 tidak sesuai dengan kondisi senyatanya tersebut, dan berapa nilai dana yang “dimainkan” masing-masing sekolah? Ini uraiannya: Mulai dari SMAN 1 Purbolinggo dengan nilai penyimpangan juknis sebanyak Rp 76.287.710,00, SMAN 2 Metro Rp 6.800.000,00, SMAN 2 Padang Cermin Rp 1.198.800, SMKN 1 Gadingrejo Rp 196.816.000,00, SMKN 1 Seputih Surabaya Rp 15.462.000,00, SMKN 2 Bandar Lampung Rp 52.570.269,00, SMKN 2 Terbanggi Besar Rp 70.680.000,00, SMKN 4 Bandar Lampung Rp 12.700.000,00, SMKN 7 Bandar Lampung Rp 88.000.000,00 hingga SMKN Padang Cermin Rp 12.175.000,00.

Masih banyak tata kelola dan penggunaan anggaran di jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung pada tahun 2023 yang meninggalkan masalah. Bahkan, untuk urusan pemberian gaji dan tunjangan kepada pegawainya pun banyak mengalami kesalahan, sehingga terjadi kelebihan pembayaran terhadap setidaknya 115 orang dengan jumlah total tidak kurang dari Rp 577.686.032,00. Hal ini terungkap dalam data rekapitulasi contra post dan penyesuaian belanja berkurang yang ditandatangani PPK, Zulkifli Masruri, pada 31 Desember 2023.

Bagaimana dengan tata kelola dan penggunaan anggaran pada bidang infrastruktur? Tentu banyak sekali penyimpangannya. Dan hal tersebut rutin terjadi dari tahun ke tahun. Bahkan setiap tahun mengalami peningkatan dalam hal persoalannya.

Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024, misalnya, pada pekerjaan pembangunan jalan Gunung Katun – Tanjung Ratu di Kabupaten Way Kanan pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK). Proyek yang dikerjakan CV PN dengan anggaran Rp 2.997.600.000,00 itu diketahui terdapat kekurangan volume sebesar Rp 178.912.773,86 dan tidak sesuai spesifikasi kontrak Rp 60.029.976,53.

Selain itu, terdapat tujuh proyek rekonstruksi dan rehabilitasi jalan provinsi pada Dinas BMBK yang juga bermasalah. Dengan kekurangan volume sebesar Rp 653.410.086,90, dan tidak sesuai spesifikasi kontrak Rp 659.498.354,68.

Di mana saja tujuh pekerjaan pada Dinas BMBK tahun anggaran 2023 yang bermasalah tersebut? Yaitu pekerjaan rekonstruksi jalan ruas Tegal Mukti – Tajab (Link 088) di Kabupaten Way Kanan. Proyek senilai Rp 12.486.420.000,00 yang ditangani CV SAP ini diketahui kekurangan volume senilai Rp 14.967.981,00 dan tidak sesuai spesifikasi Rp 26.191.876,50.

Lalu pekerjaan rehabilitasi jalan ruas Serupa Indah – Pakuon Ratu (Link 083) juga di Kabupaten Way Kanan. Proyek dengan nilai Rp 1.969.485.000,00 yang dikerjakan CV RPJ ini mengalami kekurangan volume sebesar Rp 132.076.068,53, dan tidak sesuai spesifikasi Rp 135.261.714,09. Juga pekerjaan rehabilitasi jalan ruas SP Empat – Blambangan Umpu (Link 076), pun di Kabupaten Way Kanan yang ditangani CV GS dengan nilai Rp 3.925.665.000,00, terbukti terjadi kekurangan volume sebesar Rp 120.743.037,52, dan tidak sesuai spesifikasi kontrak Rp 117.722.690,50.

Rehabilitasi jalan ruas Bandar Abung – Bandar Sakti (Link 063) di Kabupaten Lampung Utara yang dikerjakan CV CNB juga meninggalkan masalah. Atas proyek senilai Rp 2.967.526.000,00 tersebut diketahui terjadi kekurangan volume Rp 227.030.129,04, dan ketidaksesuaian spesifikasinya Rp 174.271.485,03. 

Masih di Kabupaten Lampung Utara, pekerjaan rekonstruksi ruas jalan Negara Ratu – SP Tujok (Link 067) dengan anggaran Rp 4.933.600.000,00 yang ditangani CV DP juga meninggalkan persoalan. Terdapat kekurangan volume Rp 30.872.946,57, dan tidak sesuai spesifikasi Rp 65.980.288,65. Juga rehabilitasi ruas jalan Negara Ratu – Gunung Betuah (Link 072) dengan nilai Rp 2.986.700.000,00 yang dikerjakan CV TJ. Terdapat kekurangan volume Rp 107.314.924,24, dan tidak sesuai spesifikasi Rp 111.000.499,71.

Satu lainnya berada di Kabupaten Pesawaran. Yaitu rekonstruksi jalan ruas Branti – Gedong Tataan (Link 037). Proyek yang dikerjakan CV SJK denga nilai Rp 4.966.927.000,00 tersebut diketahui terjadi kekurangan volume Rp 20.405.000,00 dan tidak sesuai spesifikasi Rp 28.069.800,00.

Kegiatan penggunaan anggaran tersebut di atas hanyalah sedikit persoalan adanya penyimpangan dari proyek yang ada di Dinas BMBK Provinsi Lampung sepanjang tahun 2023 lalu.

Pun di Dinas PSDA. Ada beberapa penggunaan anggaran yang bermasalah. Seperti pekerjaan pembangunan embung atau bangunan penampung air di Desa Tanjung Ratu Kecamatan Katibung, Lampung Selatan, yang dilakukan oleh CV SCK dengan nilai kontrak Rp 659.263.000, diketahui kekurangan volume Rp 17.089.020,00, dan rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Merak Batin, Natar, Lampung Selatan, yang ditangani CV DKK dengan kontrak Rp 627.106.000,00 terjadi kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 15.614.265,55.

Bagaimana klimaks persoalan yang melingkari tata kelola dan penggunaan anggaran di jajaran OPD Pemprov Lampung di tahun 2023? BPK RI Perwakilan Lampung memberikan catatan khusus dalam laporan hasil pemeriksaannya yang masih dalam proses tindaklanjut oleh pihak terkait. Di antaranya adalah: Realisasi belanja pegawai tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 1.094.407.348,00 yang merupakan kelebihan pembayaran gaji, tunjangan, dan insentif. Dalam hal ini, pemprov telah menindaklanjuti dengan mengembalikan ke kas umum daerah sebesar Rp 135.852.188,00. Artinya, masih ada anggaran yang “menggantung” pada masalah tersebut sebanyak Rp 958.555.160,00.

Kemudian kelebihan pembayaran honorarium sebesar Rp 44.427.500,00, telah ditindaklanjuti penyetoran ke kas umum daerah senilai Rp 36.980.000,00, sehingga masih terdapat kekurangan Rp 7.447.500,00. Sementara kelebihan pembayaran biasa langsung personel jasa konsultansi pada empat OPD sebanyak Rp 1.235.898.000,00, baru dikembalikan ke kas umum daerah Rp 247.893.000,00, dengan demikian masih terdapat kekurangan penyetoran mencapai Rp 988.005.000,00.

Sedangkan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume sebesar Rp 107.913.380,87, dan tidak sesuai spesifikasi sebanyak Rp 63.163.776,00 atau totalnya mencapai Rp 171.077.156,87 atas delapan paket pekerjaan belanja hibah pada empat OPD, baru ditindaklanjuti dengan menyetorkan ke kas umum daerah Rp 74.332.079,29, sehingga masih terdapat kekurangan setor Rp 96.745.077,58.

Realisasi belanja BLUD pun terjadi kelebihan pembayaran sebanyak Rp 362.923.086,33. Dan baru dikembalikan ke kas umum daerah Rp 213.883.086,33. Dengan demikian masih terdapat kekurangan penyetoran sebesar Rp 149.040.000,00.

Guna mengetahui bagaimana tata kelola dan penggunaan anggaran di lingkungan satuan kerja Pemprov Lampung selama ini, berikut faktanya: Pada tahun anggaran 2019 BPK RI Perwakilan Lampung mengungkap temuan pelanggaran sebanyak 31, dengan julmlah rekomendasi 59. Yang telah ditindaklanjuti sesuai ketentuan 34, yang belum sesuai dengan rekomendasi 25.

Pada tahun anggaran 2020 ditemukan 35 penyimpangan, dengan 78 rekomendasi. Yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi 25, dan yang belum selaras dengan ketentuan 31, serta atau belum ditindaklanjuti 22 masalah.

Di tahun anggaran 2021 BPK menemukan 38 kasus, dengan 96 rekomendasi. Yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi 68, yang belum sesuai 27, dan sama sekali belum ditindaklanjuti ada 1 persoalan.

Tahun anggaran 2022 terdapat 37 temuan dengan 98 rekomendasi. Yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi 62, yang belum sesuai ada 36. Dan pada tahun anggaran 2023 kemarin, BPK mengungkap 47 temuan disertai 134 rekomendasi. Yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi baru 3, yang belum sesuai rekomendasi 65, dan yang sama sekali belum ditindaklanjuti 66 masalah.

Berdasarkan UU BPK RI Nomor: 15 Tahun 2006 dan peraturan pelaksana lainnya, laporan hasil pemeriksaan (LHP) tersebut bersifat final dan mengikat, serta harus ditindaklanjuti dalam kurun waktu 90 hari setelah diterbitkannya hasil pemeriksaan itu kepada publik. Jika merunut pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pemprov Lampung Tahun 2023 dengan nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024, maka saat ini telah melampaui batas waktu bagi OPD terkait di lingkungan Pemprov Lampung untuk menindaklanjuti apa yang menjadi rekomendasi BPK. 

Persoalannya: seserius apakah jajaran petinggi di Pemprov Lampung dalam memenuhi dan menjalankan perintah UU Nomor: 15 Tahun 2006 tersebut. Rendahnya taat azas, kepatuhan, dan kepatutan inilah yang menjadi persoalan serius di tataran tata kelola dan penggunaan anggaran di Pemprov Lampung selama ini. Hal itulah yang akan menjadi “pekerjaan rumah” bagi siapapun pemenang pilgub 27 November mendatang.

Bagaimana dengan “isi perut” pemerintah kabupaten? Besok bedahannya. (bersambung/sugi)