Prov. Lampung|KBNI–News|Hampir bisa dipastikan, proyek makan minum harian peserta didik SMKN Unggul Terpadu di Anak Tuha, Lampung Tengah, ini tidak sesuai ketentuannya. Bukan hanya sejak awal ditengarai ada manipulasi alamat CV Wahana Jaya sebagai pemenang tender, namun juga realisasi di lapangan yang sarat dengan ketidakterbukaan.
Karena itu, di mata Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH) Lampung, Jupri Karim, jika benar ada proyek makan minum peserta didik SMKN Unggul Terpadu di era pandemi Covid-19, maka benar-benar tidak punya hati nurani yang merestui dan melaksanakannya.
Mengapa begitu? “Masa’ di era pandemi Covid-19 yang secara keseluruhan kondisi bangsa dan pemerintah sangat-sangat sulit, ada pihak yang justru memanfaatkannya dengan memainkan anggaran sekolah semacam itu. Seharusnya, diminta ataupun tidak, aparat penegak hukum (APH) melakukan penyelidikan dan bila terbukti ada penyimpangan keuangan negara, wajib diambil penindakan,” kata Jupri Karim, Rabu (27/3/2024).
Menurut dia, kegiatan makan minum harian peserta didik SMKN Unggul Terpadu ini –bila benar- merupakan potret buruk dunia pendidikan menengah atas di Lampung. Apalagi mengandung indikasi pemenang tender yang manipulatif dan berbau kebohongan publik.
Terlepas dari misteri mengenai kebenaran di lapangan adanya proyek makan minum harian peserta didik SMKN Unggul Terpadu ini, -karena petinggi Disdikbud Lampung juga kepala SMKN Unggul Terpadu, Istiqomah, SKom, MM,- tidak mau memberikan penjelasan, namun faktanya dalam penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) pun sekolah itu ditengarai mengandung persoalan.
Untuk diketahui, pada tahun anggaran 2020, SMKN Unggul Terpadu, Anak Tuha, Lampung Tengah, mendapat kucuran dana BOS Reguler sebesar Rp 572.000.000, yang diberikan dalam tiga tahap. Tahap pertama sebanyak Rp 156..000,000, tahap kedua Rp 208.000.000, dan tahap ketiga juga Rp 208.000.000.
Digunakan untuk apa saja dana BOS Reguler tersebut? Berikut rinciannya. Pada tahap pertama dengan anggaran Rp 156.000.000, tercatat digunakan untuk pengembangan perpustakaan Rp 3.500.000, administrasi kegiatan sekolah Rp 48.769.000, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah Rp 82.791.000, penyediaan alat multi media pembelajaran Rp 14.190.000, dan pembayaran honor Rp 6.750.000.
Sedangkan BOS Reguler tahap kedua sebanyak Rp 208.000.000 tercatat digunakan oleh SMKN Unggul Terpadu Lampung Tengah untuk penerimaan peserta didik baru senilai Rp 4.054.000, pengembangan perpustakaan Rp 40.928.000, kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler Rp 20.000.000, administrasi kegiatan sekolah Rp 6.450.000, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan Rp 12.669.600, pemeliharaan sarana dan prasana sekolah Rp 106.519.000, penyediaan alat multimedia pembelajaran Rp 5.999.400, penyelenggaraan bursa kerja khusus dan kegiatan terkait lainnya Rp 4.630.000, dan untuk pembayaran honor Rp 6.750.000.
Pada tahap ketiga pencairan dana BOS Reguler terjadi keanehan. Bila pada data sebelumnya tertulis yang dicairkan Rp 208.000.000, namun pada data dana yang diterima hanya Rp 185.280.000.
Di mana dana tersebut digunakan untuk kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler Rp 9.400.000, kegiatan asesmen/evaluasi pembelajaran Rp 23.140.000, administrasi kegiatan sekolah Rp 68.700.000, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan Rp 9.900.000, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah Rp 59.420.000, penyelenggaraan bursa kerja khusus dan kegiatan terkait Rp 7.970.000, dan membayar honor Rp 6.750.000.
Bagi Direktur MPDH Lampung, Jupri Karim, banyaknya dugaan penyimpangan praktik anggaran di lingkungan Disdikbud Lampung akan membawa pengaruh tidak baik bagi masa pendidikan di daerah ini ke depannya.
“Mungkin karena saat ini atau sejak beberapa tahun belakangan Disdikbud Lampung dikepalai oleh pejabat yang dikenal kuat dan banyak jaringan, berbagai indikasi penyimpangan, tidak disentuh oleh aparat penegak hukum. Tapi jangan lupa, alam ini terus berputar, tidak selamanya yang sekarang di atas, akan terus bertahan. Tidak selamanya bisa menutup ketidakbaikan. Yang saya sayangkan, ketika kebobrokan dunia pendidikan menengah atas khususnya di Lampung terungkap pada waktunya nanti, akan justru menurunkan marwah dunia pendidikan itu sendiri,” urai Jupri Karim dengan panjang lebar.
Ia tetap optimis, sekecil apapun sebuah ketidakbaikan atau penyimpangan penggunaan anggaran pasti akan terungkap.
“Tinggal menunggu waktu saja. Ibaratnya, Disdikbud Lampung itu sebenarnya menyimpan bom waktu untuk meledakkan dirinya sendiri. Kita tunggu saja ketika waktunya tiba,” lanjut Jupri Karim dengan wajah serius. (habis/sugi)