Mengulik PT Lampung Energi Berjaya (Bagian 2)

Prov. Lampung|KBNINews|Masyarakat Lampung perlu tahu, “kelahiran” PT Lampung Energi Berjaya atau LEB ini era kepemimpinan Arinal Djunaidi selaku Gubernur Lampung. 

Melalui acara yang digelar di Wood Stairs Cafe, di kawasan Way Halim, Bandar Lampung, pada Jum’at malam, tanggal 6 November 2020, Arinal mengukuhkan pimpinan anak perusahaan BUMD Pemprov Lampung tersebut. Yaitu Hermawan Eriadi sebagai direktur utama, dan Budi Kurniawan selaku direktur operasional.

Bersamaan, juga dikukuhkan pimpinan dua BUMD lainnya, yakni PT Wahana Rahardja  (WR), dan PT Lampung Jasa Utama (LJU). Saat itu, dalam sambutannya Arinal menyatakan, menjadi sejarah baru bagi Pemprov Lampung untuk pertama kalinya seleksi dan penjaringan direksi BUMD dilaksanakan secara terbuka. 

Pelaksanaannya juga, menurut Arinal saat itu, melibatkan assessment center yang profesional dan kredibel serta berpedoman pada ketentuan yang berlaku.

“Hal ini dilakukan karena saya ingin mencari kandidat terbaik dan profesional. Saya meyakini, direksi BUMD dan anak perusahaan (PT LEB, red) yang baru ini dapat mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik,” kata Arinal.

Banyak petuah yang disampaikan Arinal saat itu. Termasuk ia meminta agar dalam mengambil langkah kebijakan strategis selalu mengedepankan prinsip good corporate governance dan segera melakukan perbaikan di semua lini.

Selepas itu, tidak banyak yang tahu bagaimana “sepak terjang” PT LEB selama ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang terlibat atau dilibatkan. Padahal, PT LJU sebagai “Bapak Asuh” PT LEB telah dikucuri penyertaan modal dari Pemprov Lampung –melalui APBD Pemprov Lampung-dengan dana yang cukup besar.

Berapa uang rakyat Lampung yang telah ditanamkan pada BUMD tersebut? Pada tahun 2022 sebesar Rp 23.988.168.313,56, dan naik drastis di tahun 2023 kemarin dengan nilai Rp 215.975.887.359,56. Besaran angka penyertaan modal kepada PT LJU ini terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2023 yang ditandatangani Arinal Djunaidi selaku Gubernur Lampung, Mei 2024 lalu.

Dan ironisnya, pada tahun 2023 kemarin, PT LJU bisa dibilang “sama sekali” tidak memberikan dividen ke Pemprov Lampung. Untuk diketahui, pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023, pemprov menetapkan target pendapatan yang bersumber dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar Rp 496.138.511.099,39. 

Perinciannya adalah: Perolehan dari PT LJU ditargetkan Rp 385.000.000.000,00, dari Bank Lampung Rp 111.022.011.099,39, dari PT Sarana Lampung Ventura Rp 41.000.000,00, dan dari PT Asuransi Bangun Askrida (bukan BUMD) sebesar Rp 75.500.000,00. 

Bagaimana realisasinya? Pembagian laba atau dividen atas penyertaan modal itu –dari PT LJU, PT Wahana Raharja, dan PT Asuransi Bangun Askrida- yang terealisasi hanyalah Rp 88.024.130,00.

Namun, realisasi terakhir sebagaimana diungkap dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2023 Nomor: 40.A/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024, realisasi dividen pada angka Rp 51.110.035.229,39 atau hanya 10% dari target. 

Rendahnya realisasi pada pendapatan sektor ini didominasi oleh tidak terealisasinya dividen dari PT LJU. BPK menuliskan; Hasil pengelolaan Participating Interest 10% Wilayah Kerja South East Sumatera yang dijalankan oleh PT LEB selaku anak usaha PT LJU telah terealisasi, namun belum tersalurkan sebagai laba perusahaan pada PT LJU di tahun anggaran 2023, sehingga belum dapat menjadi dividen bagi Pemprov Lampung selaku pemilik saham pada PT LJU.

Pada akhir tahun buku 2023, PT LEB sebagai anak usaha PT LJU telah melaksanakan RUPS Tahunan dan mengesahkan hasil dari pengalihan Participating Interest 10% sebagai laba perusahaan, dan dalam RUPST itu juga diputuskan bahwa hasil dari laba usaha akan dibagikan sebagai dividen kepada PT LJU dan PDAM Way Guruh (BUMD Lampung Timur) selaku para pemegang saham.

Tetapi faktanya, sampai dengan akhir tahun 2023, PT LEB belum membagikan hasil dari pengelolaan Participating Interest 10% kepada PT LJU sebagai dividen. Mengapa demikian? Karena PT LJU sempat mengalami kekosongan kepengurusan dan belum melaksanakan RUPS Tahunan untuk tahun buku 2022. Namun, pada akhir tahun 2023, posisi direksi dan komisaris PT LJU telah terisi yang ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa di Tahun 2023.

Dengan demikian, hasil dari pengalihan Participating Interest 10% masih tercatat sebagai laba perusahaan tahun buku 2023 dalam Laporan Keuangan PT LEB. Sehingga, PT LJU tidak dapat mencatatkannya sebagai pembagian dividen untuk Pemprov Lampung tahun buku 2023.

Dalam perkembangannya, pada Rabu tanggal 9 September 2024, Fahrizal Darminto –Sekdaprov Lampung saat itu- menyatakan bila PT LJU telah menyetorkan dividen Rp 140,9 miliar ke Pemprov Lampung, bersumber dari Participating Interest (PI) 10% yang diterima PT LEB.

“140,9  miliar itu dari PI 10% LEB, dari itu semua. LEB itu anak usaha dari LJU. Jadi dana itu disetor oleh LEB ke induk usahanya, dan induk usahanya menyetor ke dividen,” kata Fahrizal sebagaimana dikutip dari kupastuntas.co.

Fahrizal menguraikan, besaran dividen yang diterima pemprov hanya sebesar Rp 140,9 miliar tersebut telah ditetapkan melalui RUPS-LB yang diselenggarakan pada hari Kamis, 29 Agustus 2024.

Bila benar bahwa yang diterima Pemprov Lampung dari PT LJU sebagai dividen sebesar Rp 140 miliaran sebagai bagi hasil participating interest 10% yang ditangani PT LEB, tentu masih jauh dari yang ditargetkan pendapatan pada BUMD itu sebesar Rp 385 miliar. Artinya, masih ada “kekurangan target” sebanyak Rp 245 miliar.

Lalu apa sebenarnya participating interest atau PI itu? Menurut seorang pakar tata niaga migas, Jum’at (1/11/2024) malam, PI atau golden share adalah saham yang diberikan kontraktor migas ke BUMD sebesar 10%. Dimana BUDM tidak perlu menyetor uang. 

Maksudnya? “Nanti kalau sedang di jalan. Polanya dibayar cicil dari hasil produksi migas bagiannya, sehingga BUMD atau pemprov pasti untung besar selama kegiatan produksi migasnya berjalan. Tetapi, banyak kepala daerah yag nakal. Saham PI tersebut diduitin, dengan cara dijual dibawah tangan. Istilahnya beli putus,” kata sumber media ini seraya menambahkan, kasus yang melilit PT LEB ini menarik untuk didalami, karena pasti uang besar terkait investasi migas.

Ia meminta, PT LJU untuk membuka kepada publik, berapa sebenarnya modal yang ditanamkan pada PT LEB untuk “bermain” di dunia migas. Karena, yang digunakan adalah uang rakyat Lampung, yang dikelola oleh pemprov.

“Hal ini sangat perlu dilakukan, agar tidak timbul berbagai prasangka di masyarakat terhadap kalangan pejabat, baik yang sudah pensiun maupun yang masih aktif. PT LJU harus juga memberikan pertanggungjawaban kepada publik Lampung, karena yang mereka kelola kan uang rakyat,” tuturnya. 

Terlepas dari itu semua, fakta membuktikan bahwa kini mendadak nama PT LEB menjadi perbincangan masyarakat Lampung. Yang ironis, bukan karena prestasinya berhasil memberi kontribusi maksimal kepada Pemprov Lampung sebagai pemilik saham, namun akibat terlilit persoalan serius, yaitu dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi terkait participating interest 10% dengan nilai tidak kurang dari Rp 271 miliar.

Dan bila persoalan pelanggaran hukum di PT LEB ini benar-benar terjadi hingga proses peradilan, maka menambah “catatan hitam” pada BUMD Pemprov Lampung. Dimana sebelumnya, petinggi PT LJU juga tersangkut kasus tipikor, dan setelah “menghilang” beberapa tahun, akhirnya berhasil ditangkap dan kini mendekam dibalik jeruji besi untuk menjalani hukumannya. Bakalkah hal serupa dialami para pengelola anak perusahaan PT JLU tersebut? 

Kita percayakan sepenuhnya atas dugaan pelanggaran hukum di tubuh PT LEB ini kepada pihak Kejati Lampung. Seraya menyampaikan pesan: Bahwa masyarakat Lampung sudah terlalu lama mengidamkan adanya tindakan hukum yang nyata atas kasus-kasus dugaan korupsi di provinsi ini. (habis/sugi)