Pesawaran,|KBNI–News|Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 H beberapa waktu lalu, terungkaplah betapa buntu beratnya Pemkab Pesawaran. Menunjukkan bila tata kelola keuangan pemerintahan selama ini tidaklah apik. Semua rakyat kabupaten itu pun sebenarnya tahu, bila dari tahun ke tahun, pemkab selalu mengalami defisit anggaran puluhan miliar.
Maka tidak perlu heran, jika menjelang Lebaran kemarin, banyak pegawainya yang “berteriak”. Hal itu karena belum dibayar lunasnya tambahan pendapatan pegawai (TPP) selama beberapa bulan, belum diberikannya penghasilan tetap (siltap) para kepala desa berikut perangkatnya, pun uang makan untuk para honorer Satpol PP juga tidak terbayarkan lunas. Apalagi insentif para guru honorer yang telah berbulan tiada terdengar kabar baiknya.
Sebenarnya bagaimana strategi Pemkab Pesawaran untuk mengais pendapatan? Ternyata, titik beratnya tetaplah dengan “menekan” rakyatnya. Itulah berupa keseriusan memperoleh pendapatan melalui pembayaran pajak dan retribusi dari warganya sendiri.
Benarkah demikian? Semuanya secara transparan terungkap dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pesawaran Nomor: 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan daerah yang ditetapkan Bupati Dendi Ramadhona pada 29 Desember 2023, dan telah masuk dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pesawaran Tahun 2023 Nomor 110 tersebut, mengatur secara detail apa saja yang dikenai pajak, begitu juga retribusi, berikut prosentasenya.
Dan peraturan daerah ini layak dibilang “omnibus law” versi Pemkab Pesawaran. Mengapa begitu? Karena dengan keluarnya Perda Nomor: 5 Tahun 2023 tersebut, ada 22 peraturan daerah sebelumnya yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Mulai dari Perda Nomor: 07 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel, Perda Nomor: 08 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran, Perda Nomor: 09 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan berikut perda runtutannya yaitu Perda Nomor: 02 Tahun 2017, dan Perda Nomor: 10 Tahun 2010 tentang Pajak Reklame.
Juga mencabut Perda Nomor: 11 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, Perda Nomor: 02 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Perda Nomor: 08 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir, Perda Nomor: 09 Tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet, serta Perda Nomor: 10 Tahun 2011 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Pun mencabut Perda Nomor: 11 Tahun 2011 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha, Perda Nomor: 2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum, Perda Nomor: 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, pun Perda Nomor: 02 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), serta masih terdapat beberapa peraturan daerah lain yang tercerabut dengan lahirnya Perda Nomor: 5 Tahun 2023 menjelang tutup tahun kemarin itu.
Mau tahu apa saja yang dikenai pajak di Kabupaten Pesawaran dan dipungut oleh pemkab setempat untuk mengisi pundi-pundinya? Mulai dari PBB-P2 (pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan), BPHTB, maupun PBJT yang terdiri dari makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan.
Ada pula pajak reklame, PAT (pajak air tanah), pajak MBLB (mineral bukan logam dan batuan), pajak sarang burung walet, opsen PKB, dan opsen BBNKB.
Berapa besaran pajak PBB-P2 dan yang lainnya? Tegakah Pemkab Pesawaran menaikkan pajak di saat rakyat masih tertatih untuk bangkit kembali pasca dilanda pandemi Covid-19 yang baru usai setahun lebih kemarin? Tunggu kelanjutannya. (bersambung/sugi)