Polisi Mulai Pemeriksaan, Deni Disebut Pasang Badan

Provinsi Lampung|KBNINews|Acungan jempol layak disampaikan kepada aparat Polresta Bandar Lampung. Hanya dalam waktu tiga hari setelah dilaporkan, kasus penganiayaan terhadap alumni IPDN angkatan XXX di kantor BKD Lampung, telah dimulai pemeriksaannya.

Jum’at (11/8/2023) sore, Deni Rolin Zabara, yang saat peristiwa masih menjabat Kabid Mutasi dan Pemberhentian Pegawai BKD Lampung, menjalani pemeriksaan. Alumni IPDN angkatan XVIII yang telah dicopot dari jabatannya pada Kamis (10/8/2023) itu, datang ke Mapolresta Bandar Lampung sekitar pukul 15.00 WIB dan baru selesai menjalani pemeriksaan pada jam 19.50 WIB.

Sekeluar ruang pemeriksaan, mantan protokol KH Sujadi Saddad saat menjabat Bupati Pringsewu ini tidak mau memberi komentar ketika ditanya wartawan.

Deni yang disebut-sebut tengah mengikuti Diklatpim III itu buru-buru masuk ke mobil Pajero warna putih BE 1184 W dan langsung meninggalkan area parkir Mapolresta Bandar Lampung.

Menurut penelusuran dari berbagai sumber, Deni Rolin Zabara memang menjadi “komandan” saat aksi penganiayaan terhadap lima alumni IPDN angkatan XXX dilakukan Selasa (8/8/2023) sekira pukul 18.30 pada salah satu ruangan di kantor BKD Lampung. 

Akibat perbuatan beringas Deni dan sekitar 10 anak buahnya sesama alumni IPDN, tiga orang mengalami luka bahkan salah satunya, Ahmad Farhan sampai harus menjalani perawatan beberapa hari di RSUAM Tanjungkarang.

Keluarga Farhan inilah yang melaporkan kasus tersebut ke polisi. Dengan mencuatnya perilaku bak premanisme tersebut ke publik, barulah jajaran pimpinan Pemprov Lampung, bergerak.

Atas perintah Gubernur Arinal Djunaidi, Inspektorat memeriksa Deni. Alumnus IPDN angkatan XVIII ini dengan gentlemant mengakui perbuatannya. Melakukan penganiayaan terhadap juniornya yang baru keluar dari Kampus Jatinangor dan akan magang di jajaran OPD Pemprov Lampung.

Beberapa sumber mengungkapkan, sikap gentlemant Deni karena oleh para “senior” ia memang diminta untuk pasang badan. Dengan tidak melibatkan alumni IPDN lain yang turut serta melakukan penganiayaan. Pun untuk “menyelamatkan” kursi Kepala BKD Lampung tetap di tempati Meiry Harika Sari, sebagai sesama alumni IPDN.

“Skenario besar dimainkan di balik kasus ini. Deni yang memang komandani aksi kekerasan, diperintahkan buat pasang badan untuk nyelametin adik-adik angkatannya yang terlibat. Yang utama, ya ngamanin Meiry biar nggak dicopot dari jabatan Kepala BKD,” ujar salah satu sumber.

Ia menambahkan, skenario besar untuk menyelamatkan “gank” para ASN Pemprov Lampung jebolan pendidikan tinggi itu, juga mengarah pada upaya terselesaikannya kasus ini secara kekeluargaan.

“Ada tim kecil yang terdiri dari para senior dengan jabatan penting di pemprov, yang bertugas mendekati keluarga Farhan. Targetnya ada kesepakatan perdamaian diikuti mencabut laporan ke polisi,” sambung sumber tersebut. 

Tentu, masih kata sumber itu, bila keluarga Ahmad Farhan mau mencabut laporan, “para senior” akan menjanjikan prospek bagus untuk karier putera kesayangan Kepala Dinas PU Tubaba, Iwan Mursalin, tersebut. 

Tim kecil untuk menyelamatkan Deni yang telah pasang badan ini, bekerja secara sistematis. Dengan harapan, sebelum aparat Polresta Bandar Lampung gelar perkara, perdamaian dan pencabutan laporan telah terwujud.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, buntut aksi kekerasan di kantor BKD Lampung ini membuat Gubernur Arinal Djunaidi marah besar dan kecewa berat. Apalagi setelah pihak Kemendagri turun tangan dengan memanggil Kepala BKD pada hari Jum’at (11/8/2023) lalu.

Dipanggilnya Kepala BKD Lampung, Meiry Harika Sari, untuk menjelaskan persoalan yang amat memalukan institusi pemerintahan ini.

Berdasarkan penelusuran, Meiry Harika Sari tidak berangkat seorang diri ke Kemendagri untuk dimintai klarifikasi oleh tim inspektorat. Wanita yang baru beberapa pekan resmi sebagai Kepala BKD Lampung ini didampingi salah satu kepala bidangnya, Sepriadi, dan satu staf bernama Hendri. Ketiganya diketahui merupakan alumni IPDN meski berbeda angkatan. 

Pemanggilan oleh Kemendagri ini sangat beralasan. Karena alumni IPDN yang menjadi korban keberingasan seniornya di kantor BKD Lampung, masih berstatus sebagai pegawai pusat. 

Menurut rencananya, mereka yang mengalami penganiayaan oleh seniornya itu, baru akan resmi magang mulai Senin pekan depan ini.

Terkait dengan adanya kasus penganiayaan ini, dorongan agar Gubernur Arinal Djunaidi mencopot Meiry Harika Sari dari jabatan Kepala BKD sebagai pertanggungjawaban atas terjadinya tindak pidana di kantornya, menggelinding kencang.

Dua pengamat kebijakan publik di Lampung, Dedi Hermawan dari Unila dan Jupri Karim dari UIN Radin Inten, meminta Gubernur Arinal berani bertindak tegas.

Menurut Dedi Hermawan, kasus penganiayaan  terhadap lima alumni IPDN angkatan XXX yang akan magang di jajaran OPD Pemprov Lampung dengan aktor intelektualnya Deni Rolan Zabara, Kabid Mutasi dan Pemberhentian Pegawai BKD Lampung, harus diusut tuntas. Bukan hanya secara etik kepegawaian namun juga secara hukum.

“ASN itu pelayan publik, jadi harus terinternalisasi nilai dan perilaku sipil, bukan ala militer apalagi premanisme,” tutur Dedi Hermawan sebagaimana dikutip dari lampungstreetnews.co.id.

Ia menilai, sudah seharusnya Gubernur Arinal berani melakukan evaluasi terhadap Kepala BKD. Mengapa bisa luput adanya praktik kekerasan di kantornya pada waktu sudah di luar jam kerja.

Dedi menambahkan, saat inilah momentum yang tepat bagi Gubernur Arinal untuk membersihkan BKD dan OPD lain dari berbagai praktik kekerasan.

Sementara pengamat kebijakan publik dari UIN Radin Inten, Jupri Karim, menilai pencopotan jabatan Deni RZ sebagai Kabid Mutasi dan Pemberhentian Pegawai BKD Lampung, karena diduga sebagai “komandan” aksi penganiayaan terhadap juniornya, hanya merupakan sanksi administratif semata. 

“Dicopotnya Deni RZ dari jabatannya itu bukan sesuatu yang substansial. Karena memang sudah seharusnya begitu. Agar memberi efek jera kepada ASN yang lain. Selain memberi kesempatan yang bersangkutan fokus kepada kasusnya yang telah ditangani APH,” urai Jupri Karim.

Ia meminta Gubernur Arinal untuk berani bertindak tegas seperti saat memberi “hukuman” kepada jajaran pejabat Diskominfotik terkait dengan “nyanyian” Bima yang memviralkan parahnya kondisi jalan di Lampung, beberapa waktu lalu.

“Kalau karena viralnya teriakan Bima mengenai jalan rusak di Lampung beberapa waktu lalu, mulai dari kepala dinas, sekretaris sampai kabid di Diskominfotik dimutasi, yang terjadi di BKD ini tentu lebih parah. Kalau aksi Bima diluar otoritas OPD terkait saja pejabatnya digusur habis, menjadi amat naif bila yang benar-benar dilakukan tindak pidana di area kantor OPD tidak disanksi lebih berat,” urai pria  yang menjabat Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Lampung ini.

Seperti juga Dedi Hermawan, Jupri Karim menilai, sudah sewajarnya Gubernur Arinal mencopot Kepala BKD, Meiry Harika Sari, dari jabatannya. Selain menata ulang personil eselon III pada lembaga yang menangani kepegawaian di Pemprov Lampung tersebut.

“Pencopotan kepala BKD adalah wujud public responsibility Gubernur Arinal. Dan kasus di BKD ini lebih mencoreng wajah Pemprov Lampung dibanding viralnya nyanyian Bima yang memakan korban jajaran pejabat di Diskominfotik,” lanjut Jupri Karim. (sugi)