Prov. Lampung|KBNI–News|Prof. Lusmeilia Afriani tampaknya tidak bisa tenang dan nyaman dalam menjalankan tugasnya selaku Rektor Universitas Lampung.
Kasus dugaan penyimpangan anggaran bernilai miliaran rupiah saat ia masih menjabat Ketua LPPM Unila yang hingga saat ini masih ditangan Kejati Lampung belum lagi ada kejelasan, muncul isu baru yang menderanya.
Rektor Unila itu diduga terjebak dalam pengaturan proyek di lingkungan Kampus Gedongmeneng dengan nilai sekitar Rp 200 miliaran.
Mengutip dari trabas.co, isu dugaan Rektor Unila mengatur proyek ratusan miliar tersebut menyusul adanya foto yang menggambarkan pertemuannya dengan salah satu peserta lelang proyek, yang kini beredar luas.
Sementara, panitia pembuat komitmen (PPK) Proyek RSPTN Unila menyebutkan jika pemenang tender proyek itu ditentukan oleh Rektor Unila selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) Pembangunan RSPTN, IRC, dan WWTP Unila senilai lebih dari Rp 200 miliar.
Pernyataan PPK RSPTN Unila itu mengkonfirmasi foto pertemuan antara Rektor Unila dengan utusan peserta lelang dari PT. Nindya Karya (NK) sebelum proses tender dilaksanakan. Yang ditengarai sebagai bagian dari persekongkolan.
Diuraikan dalam trabas.xo, dalam riwayat chat PPK bernama Andius kepada salah satu anggota asosiasi, menyebutkan bahwa pemenang lelang ditentukan oleh Rektor Unila selaku KPA dan Dirjen. Hal ini dikarenakan proyek RSPTN menggunakan dana pinjaman.
“Yang menentukan ini (pemenang lelang) adalah KPA bersama Dirjen, ini lo pak,” ucap Andius, PPK Proyek RSPTN Unila dalam chatnya di WhatsApp kepada salah satu anggota asosiasi, Kamis (14/3/2024) lalu.
Apa tanggapan Rektor Unila atas isu dugaan ia ikut mengatur pemenang proyek ini? Masih menurut trabas.co, Prof Lusmeilia Afriani saat dikonfirmasi ke no 0812- 7203-XXXX belum merespon pesan singkat yang dikirimkan melalui pesan WhatsApp meski telah dibaca. Padahal awak media mencoba memberi ruang agar berita yang akan diterbitkan berimbang.
Diberitakan sebelumnya, pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pokja Unila pada lelang fisik Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) Unila dipersoalkan oleh banyak pihak. Salah satunya dari Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Lampung.
Pembina Gapeksindo Lampung, Doni Barata, mengatakan, dalam proses lelang proyek RSPTN terdapat hal-hal yang tidak sesuai prosedur, seperti saat rapat penjelasan kantor dan lapangan, tidak dihadiri oleh pokja dan konsultan perencana.
Akibatnya, jelas Doni Barata, saat proses pengumpulan surat jaminan penawaran atau surat pernyataan jaminan penawaran berupa Bank Garansi atau Letter of Credit, rekanan lokal tidak bisa menyerahkan jaminan tersebut kepada pokja.
Menurutnya, rekanan yang diduga akan digugurkan oleh pokja, memiliki jaminan penawaran Letter of Credit yang berlaku dari 1 November 2023 sampai 1 November 2024 sebesar Rp 50 miliar. Namun karena tidak adanya pokja, document Letter of Credit harus dikrimkan melalui jasa kurir.
Gapeksindo Lampung menduga, ada indikasi permainan yang dilakukan oleh Pokja Unila dan calon kontraktor yang akan dimenangkan, dengan cara menggugurkan rekanan yang lebih kompeten dan unggul secara keuangan dan sumber daya.
Menindaklanjuti hal itu, Gapeksindo Lampung sudah mengirimkan surat himbauan kepada para pihak, seperti Kementerian Pendidikan Tinggi, Asian Development Bank, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Lampung (KPPU), dan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).
Sikap senada ditunjukkan Sekretaris Ikatan Keluarga Alumni dan Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Lampung, Adi Gayuh Kartiko. Ia menghimbau kepada Rektor Unila dan tim yang terlibat dalam lelang proyek untuk tidak main-main dalam proses lelang RSPTN ini.
“Sebaiknya pihak Unila jangan main-main dalam proyek RSPTN ini. Kita ketahui bersama, belum lama ini rektor dan beberapa orang di kampus Unila ditangkap KPK karena praktik korupsi. Semoga peristiwa kelam kemarin itu tidak kembali terulang di Unila,” ucapnya. (sugi)