Lampung Timur|KBNI–News| Sebuah skandal besar mencuat di Desa Sukorahayu, Kecamatan Labuhan Maringgai. Tambang pasir silika yang beroperasi di wilayah tersebut diduga ilegal, tak mengantongi izin lengkap, dan mengabaikan dampak lingkungan. Lebih parah lagi, warga yang terdampak langsung mengaku tak pernah menandatangani persetujuan, sementara pemerintah desa hanya menerima dokumen izin dalam bentuk PDF tanpa bukti konkret! Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa pemerintah daerah seolah menutup mata?
Pakar Hukum: Ini Kejahatan Lingkungan, Bisa Dipidana 10 Tahun!
Ketua Organ Sayap Pusat Barakuda Relawan BaraJP, Andry Setiawan, S.H., dengan tegas menyebut aktivitas tambang ini sebagai pelanggaran serius.
“Pertambangan tanpa izin bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga kejahatan lingkungan. Dalam Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009, pelaku bisa dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Ini bukan main-main!” ujarnya.
Andry menyoroti bahwa banyak kasus tambang ilegal dibiarkan begitu saja karena ada dugaan permainan di balik layar.
“Jika izin tak lengkap dan tetap dibiarkan beroperasi, siapa yang melindungi mereka? Apakah ada pejabat yang ikut bermain di dalamnya?” tanyanya dengan nada penuh kecurigaan.
Dinas Perhubungan: Kami Tidak Pernah Keluarkan Izin Andalalin!
Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Timur secara mengejutkan mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan izin Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) untuk tambang tersebut.
“Mereka belum pernah datang kemari untuk menyampaikan adanya kegiatan tambang. Kami juga tidak pernah mengeluarkan izin Andalalin atau mereviewnya,” tegas staf Dishub, Zainal, Selasa (11/02/2025).
Jika izin Andalalin tidak ada, bagaimana mungkin tambang ini bisa tetap berjalan? Apakah ada oknum yang bermain di balik keberadaan tambang ini?
Warga Marah: “Rumah Kami Bisa Ambruk, Tapi Pemerintah Diam!”
Bukan hanya soal izin yang meragukan, dampak lingkungan akibat tambang ini sudah mulai dirasakan warga. Murniati, seorang warga yang tinggal hanya 30 meter dari lokasi tambang, mengungkapkan ketakutannya.
“Pasir terus diambil, tanah makin turun! Kalau rumah kami ambruk, siapa yang tanggung jawab? Anak-anak kami sering main di lubang galian bekas tambang. Kalau ada yang celaka, baru pemerintah turun tangan?!” ujarnya dengan marah.
Lebih parahnya lagi, izin lingkungan yang diklaim perusahaan ternyata hanya melibatkan warga Dusun 3, sementara warga Dusun 1—yang justru terdampak langsung—tidak pernah dimintai persetujuan!
“Kami tidak pernah tanda tangan izin apa pun! Ini jelas permainan kotor!” tegasnya.
Kepala Desa Bingung: “Saya Cuma Dapat PDF, Mana Bukti Aslinya?”
Kepala Desa Sukorahayu, Afria Syahdi, S.E., mengaku juga bingung dengan status tambang ini.
“Saya baru menjabat 2024, sementara izin mereka katanya sudah ada sejak 2022. Tapi saya sendiri belum pernah melihat izin mereka secara fisik, cuma dikirimi PDF. Bagaimana saya bisa yakin ini sah?” katanya heran.
Lebih mengejutkan lagi, upaya desa untuk meminta audiensi ke DPRD Provinsi Lampung juga tidak membuahkan hasil.
“Kami sudah kirim surat ke Komisi I DPRD, tapi tidak ada tanggapan. Ini ada apa? Kok semua diam?” tambahnya.
Skandal Besar? Ada Oknum yang Bermain?
Dengan semua kejanggalan ini, muncul dugaan bahwa ada oknum pejabat atau pihak tertentu yang melindungi tambang ini. Jika benar, siapa yang bermain di balik layar? Apakah ada kongkalikong antara perusahaan dan pihak-pihak tertentu?
Yang jelas, warga tidak akan tinggal diam.
“Kalau tidak ada tindakan, kami akan menutup paksa tambang ini! Kami tidak mau jadi korban kerakusan para penguasa!” ancam seorang warga.
Pemerintah daerah, DPRD, dan aparat penegak hukum kini ditantang untuk menunjukkan keberpihakan mereka: melindungi rakyat atau melindungi kepentingan pengusaha?
(Johan )