Bandar Lampung|KBNI–News|Baru munculnya pernyataan anggota DPRD Lampung menyoal alih fungsi lahan kawasan Enggal dengan meluluhlantakkan GOR Saburai dan area publik Taman Gajah untuk pembangunan Masjid Al-Bakrie, mendapat tanggapan dari pengamat politik, pemerintahan, dan hukum Jupri Karim.
“Kenapa baru sekarang anggota Dewan Yang Terhormat menyampaikan saran dan kritiknya. Padahal, peletakan batu pertama pembangunan Masjid Al-Bakrie itu sudah dilakukan sejak tanggal 20 Februari 2023 lalu. Kok baru buka suara saat ini, kemana saja selama ini memangnya. Seperti orang baru bangun dari mimpi aja,” kata Jupri Karim, Rabu (30/8/2023).
Pernyataan Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Provinsi Lampung itu menanggapi perkataan anggota DPRD Lampung dari Fraksi PDI-P, Watoni Nurdin.
Sebagaimana dikutip dari lampungpro.co, Watoni Nurdin menyambut baik adanya alih fungsi lahan di kawasan Enggal, Bandar Lampung, tersebut. Hanya ia mengingatkan, jika prosesnya menyalahi Permendagri Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Dalam permendagri itu diatur dengan sangat jelas, jika peralihan atau penghapusan aset yang nilainya lebih dari Rp 5 miliar, harus mendapat persetujuan DPRD,” kata Watoni Nurdin yang juga Wakil Ketua DPD PDI-P Lampung.
Persetujuan Dewan juga mesti melalui tahapan yang telah diatur di dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2017. Salah satunya, disahkan melalui Paripurna DPRD Lampung.
“Tapi setahu saya, sampai saat ini tidak ada paripurna DPRD tentang pelepasan aset yang diproyeksikan oleh pemerintah provinsi,” sambung politisi senior ini.
Bahkan Watoni Nurdin menegaskan, bila terkait dengan alih fungsi lahan kawasan Enggal itu tidak pernah ada komunikasi Gubernur Arinal Djunaidi dengan DPRD Lampung.
Statemen Watoni Nurdin inilah yang menurut pengamat politik, pemerintahan, dan hukum Jupri Karim sangat aneh dan memalukan.
“Bagaimana mungkin setelah enam bulan peletakan batu pertama atas alih fungsi lahan di Enggal, baru buka suara. Prosesnya kan nggak ujug-ujug. Jangan kan anggota Dewan, rakyat di pelosok Lampung saja sejak akan dialihfungsikannya kawasan area publik legendaris itu sudah tahu. Banyak yang mengkritisi. Cukup banyak akademisi yang bersuara. Tapi memang, waktu itu anggota DPRD Lampung hanya diam. Makanya jadi aneh, kok baru sekarang bicara. Kayak orang baru bangun dari mimpi indah dan begitu melek menyadari adanya hal yang melanggar ketentuan,” urai Jupri Karim.
Pengamat dari UIN Radin Inten Lampung ini menyarankan kepada Watoni Nurdin untuk bertanya langsung kepada Ketua DPRD Mingrum Gumay.
“Kan sama-sama satu partai. Coba tanya kepada Ketua DPRD, mengapa bisa terjadi alih fungsi lahan sekehendak gubernur tanpa persetujuan Dewan. Jangan-jangan sudah ada persetujuan pimpinan Dewan tanpa melalui paripurna. Jangan lupa, Gubernur Arinal itu mantan Sekdaprov Lampung, tentu dia paham betul tentang aturan tata kelola pemerintahan,” lanjut Jupri Karim.
Diingatkan, jika anggota DPRD Lampung masih punya keinginan untuk menegakkan aturan dalam setiap proses pembangunan, mestinya mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan juga.
“Misalnya, panggil Gubernur Arinal. Pertanyakan hal semacam ini secara detail. Ingat, setiap kebijakan pemerintah daerah antara eksekutif dan legislatif itu saling terkait. Dan sudah seharusnya hal-hal yang menyangkut hak publik seperti pelepasan aset kawasan Enggal ini, memang dibahas di DPRD terlebih dahulu,” tuturnya.
Jupri Karim menambahkan, dalam konteks ini semestinya DPRD lebih concern pada ketaatan eksekutif terhadap ketentuan yang ada. Bukan pada soal dihancurkannya GOR Saburai atau Taman Gajah dan akan berganti menjadi Masjid Al-Bakrie. (sugi)
Soal Alih Fungsi Kawasan Enggal, DPRD Kayak Baru Bangun Dari Mimpi
Baru munculnya pernyataan anggota DPRD Lampung menyoal alih fungsi lahan kawasan Enggal dengan meluluhlantakkan GOR Saburai dan area publik Taman Gajah untuk pembangunan Masjid Al-Bakrie, mendapat tanggapan dari pengamat politik, pemerintahan, dan hukum Jupri Karim.
“Kenapa baru sekarang anggota Dewan Yang Terhormat menyampaikan saran dan kritiknya. Padahal, peletakan batu pertama pembangunan Masjid Al-Bakrie itu sudah dilakukan sejak tanggal 20 Februari 2023 lalu. Kok baru buka suara saat ini, kemana saja selama ini memangnya. Seperti orang baru bangun dari mimpi aja,” kata Jupri Karim, Rabu (30/8/2023).
Pernyataan Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Provinsi Lampung itu menanggapi perkataan anggota DPRD Lampung dari Fraksi PDI-P, Watoni Nurdin.
Sebagaimana dikutip dari lampungpro.co, Watoni Nurdin menyambut baik adanya alih fungsi lahan di kawasan Enggal, Bandar Lampung, tersebut. Hanya ia mengingatkan, jika prosesnya menyalahi Permendagri Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Dalam permendagri itu diatur dengan sangat jelas, jika peralihan atau penghapusan aset yang nilainya lebih dari Rp 5 miliar, harus mendapat persetujuan DPRD,” kata Watoni Nurdin yang juga Wakil Ketua DPD PDI-P Lampung.
Persetujuan Dewan juga mesti melalui tahapan yang telah diatur di dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2017. Salah satunya, disahkan melalui Paripurna DPRD Lampung.
“Tapi setahu saya, sampai saat ini tidak ada paripurna DPRD tentang pelepasan aset yang diproyeksikan oleh pemerintah provinsi,” sambung politisi senior ini.
Bahkan Watoni Nurdin menegaskan, bila terkait dengan alih fungsi lahan kawasan Enggal itu tidak pernah ada komunikasi Gubernur Arinal Djunaidi dengan DPRD Lampung.
Statemen Watoni Nurdin inilah yang menurut pengamat politik, pemerintahan, dan hukum Jupri Karim sangat aneh dan memalukan.
“Bagaimana mungkin setelah enam bulan peletakan batu pertama atas alih fungsi lahan di Enggal, baru buka suara. Prosesnya kan nggak ujug-ujug. Jangan kan anggota Dewan, rakyat di pelosok Lampung saja sejak akan dialihfungsikannya kawasan area publik legendaris itu sudah tahu. Banyak yang mengkritisi. Cukup banyak akademisi yang bersuara. Tapi memang, waktu itu anggota DPRD Lampung hanya diam. Makanya jadi aneh, kok baru sekarang bicara. Kayak orang baru bangun dari mimpi indah dan begitu melek menyadari adanya hal yang melanggar ketentuan,” urai Jupri Karim.
Pengamat dari UIN Radin Inten Lampung ini menyarankan kepada Watoni Nurdin untuk bertanya langsung kepada Ketua DPRD Mingrum Gumay.
“Kan sama-sama satu partai. Coba tanya kepada Ketua DPRD, mengapa bisa terjadi alih fungsi lahan sekehendak gubernur tanpa persetujuan Dewan. Jangan-jangan sudah ada persetujuan pimpinan Dewan tanpa melalui paripurna. Jangan lupa, Gubernur Arinal itu mantan Sekdaprov Lampung, tentu dia paham betul tentang aturan tata kelola pemerintahan,” lanjut Jupri Karim.
Diingatkan, jika anggota DPRD Lampung masih punya keinginan untuk menegakkan aturan dalam setiap proses pembangunan, mestinya mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan juga.
“Misalnya, panggil Gubernur Arinal. Pertanyakan hal semacam ini secara detail. Ingat, setiap kebijakan pemerintah daerah antara eksekutif dan legislatif itu saling terkait. Dan sudah seharusnya hal-hal yang menyangkut hak publik seperti pelepasan aset kawasan Enggal ini, memang dibahas di DPRD terlebih dahulu,” tuturnya.
Jupri Karim menambahkan, dalam konteks ini semestinya DPRD lebih concern pada ketaatan eksekutif terhadap ketentuan yang ada. Bukan pada soal dihancurkannya GOR Saburai atau Taman Gajah dan akan berganti menjadi Masjid Al-Bakrie. (sugi)